Penguatan Moderasi Beragama Diera Digital

Oleh: Rahmat Demta Al-Farabi mahasiswa UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu,Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam

PHRNews.id-Dikutip dalam buku Tanya Jawab Moderasi Beragama, bahwa pengertian Moderasi Beragama itu adalah cara beragama jalan tengah, dengan moderasi beragama seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya.

Orang yang mempraktekannya disebut Moderat (RI, 2019).Namun di dalam buku ini harus kita amati lagi penerapan nya didalam masyarakat Indonesia. Apakah memang harus ada penguatan Moderasi Beragama didalam masyarakat Indonesia sekarang ini?

Dilihat dari permasalahan yang muncul sekarang ini seperti munculnya lagi pernyataan Radikalisme dari beberapa orang yang beraliran/paham yang menganggap kelompoknya paling benar sudah menyebar dimana mana dan juga merasa agamanya paling benar dan merendahkan agama lain juga sering ditemui, maka dalam hal ini perlu adanya penguatan Moderasi Beragama guna untuk tetap menstabilkan masyarakat dalam beragama di negara Indonesia ini.

Era Digital sekarang sudah semakin maju, karena memang seiring zaman maju maka teknologi juga ikut maju. Tetapi hal positif dan negatif yang didapatkan pada kemajuan era digital ini pasti ada, salah satu hal positif nya ialah kita mudah terhubung kedunia Internasional dan salah satu hal negatif ialah munculnya berita-berita hoax atau informasi yang tidak benar.

Yang Menjadi permasalahan sekarang ini bentuk kekerasan atau ke ekstreman dari kelompok-kelompok radikalisme ini bukan hanya ditemukan secara langsung namun lewat media sosial seperti hal nya Video ceramah yang memiliki paham-paham radikalisme itu sendiri, sehingga yang melihat itu terkena pengaruh dari kata-kata yang disampaikan

Ada juga permasalahan yang ditemukan secara langsung yang masih familiar sekarang ini ialah ada kelompok dari kalangan masyarakat Beragama yang berlebihan, Bagaimana contoh masyarakat beragama yang berlebihan yang sering ditemui?, yaitu yang sering ditemui seseorang pemeluk agama mengkafirkan saudaranya sesama pemeluk agama yang sama hanya gara gara mereka berbeda paham atau aliran. Seperti disalah satu kasus Ustad yang mengaku mempunyai aliran Salafi yang kemudian mengkafirkan sesama saudara muslimnya dikarenakan berbeda pandangan terhadap pemahaman dalam agama.

Lalu permasalahan berlebihan dalam beragama terjadi juga contohnya yaitu ketika seseorang yang beragama merendahkan agama orang lain, banyak juga ditemui hal-hal ini baik secara langsung atau di media sosial. Ini adalah yang sifatnya mengarah kepada keekstreman, maka ini tidak sesuai dengan prinsip moderasi beragama.

Jadi memang dari beberapa sumber yang saya kaji, yang pertama, permasalahan ini muncul dikarenakan minimnya pengetahuan dalam pemahaman terhadap agama, sehingga jika tidak sesuai dengan pemahamannya maka dikatakan Kafir atau sesat dan lain sebagainya yang sifatnya merendahkan.

Kemudian yang kedua diakibatkan dalam mengkaji pemahaman agama cuma memandang hanya satu sudut pandang saja dan tidak menggunakan berbagai macam sudut pandang, padahal dalam agama sendiri,contoh dalam agama islam sendiri memiliki macam-macam Mazhab/Pendapat dari ulama yang berbeda, sehingga semua ini diyakini mendekati kebenaran semua, Dilihat dari permasalahan yang saya angkat diatas maka ini sangat perlu adanya penguatan dalam Moderasi Beragama, sehingga kedepan masyarakat indonesia yang beragama akan semakin tentram sehingga potensi dari Berlebihan dalam beragama sehingga mengkafirkan orang lain tidak tumbuh subur dimasyarakat Indonesia.

Maka dari itu Menurut saya solusi yang bisa diberikan dari masalah ini, Seseorang jika ingin mendalami suatu pemahaman dalam agama maka harus betul -betul dikaji lebih dalam lagi dan jangan dilihat dari satu sudut pandang saja agar tidak sempit dalam memandang agama, belajar lewat guru/ulama yang kapasitas nya bagus, dan juga diera digital bisa lewat internet, sehingga jika dalam belajar agama memiliki guru atau sumber yang banyak maka akan menghasilkan pengetahuan yang luas perihal dalam pemahaman terhadap agama. Sehingga misal kita melihat pandangan guru/ulama/ustad menyampaikan sesuatu jangan langsung ditelan mentah-mentah tetapi olah dulu kemudian cari lagi menurut pandangan dari guru/ulama/ustad lain yang memiliki kapasitas yang sama, maka baru nanti akan mendapatkan kesimpulan yang mana mendekati kebenaran yang sesuai dengan kita.

Dan jika seseorang melakukan ini, potensi beragama secara berlebihan dan mudah mengkafirkan maka tidak akan berkembang, Apakah solusi ini akan digunakan banyak orang? Belum tentu.

Karena perbedaan paham dalam agama akan tetap terus terjadi disepanjang waktu tinggal bagaimana kita menyikapinya, tetapi penguatan dalam Moderasi Beragama harus juga tetap dilakukan.Paham Ahlulsunnah Waljamaah tidak pernah mengajarkan sesama umat muslim untuk saling mengkafirkan, sifat-sifat moderat,toleran yang diajarkan yang harus dipegang, sehingga Moderasi Beragama akan semakin kuat dikalangan masyarakat Indonesia walaupun diera Digital yang semakin maju. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.