Penolakan LGBT dalam Piala Dunia di Qatar 2022

Oleh: Wanfau, S.Sos

Phrnews.id – Piala Dunia 2022 di Qatar melarang adanya simbol ataupun bendera pelangi, yang merepresentasikan kelompok LGBT atau Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Tentu hal tersebut menuai pro-kontra karena yang menjadi partisipan dalam Piala Dunai 2022 berasal dari berbagai belahan dunia, termasuk di antaranya negara maupun masyarakat yang mendukung kelompok LGBT.

Qatar merupakan negara di Timur Tengah dengan mayoritas penduduk beragama Islam, yang kini menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 secara terang memang tidak mengamini eksistensi kelompok LGBT.

Hal demikian karena hubungan sesama jenis dianggap sebagai tindakan yang melanggar moral dan hukum syariah sehingga dapat dijatuhi hukuman denda, penjara hingga 7 tahun maupun hukuman mati.

Pemerintah Qatar akan bersikap tegas kepada suporter dari berbagai negara yang ingin menyaksikan langsung Piala Dunia 2022. Qatar memiliki aturan yang cukup asing di mata orang-orang Eropa atau Amerika Latin, seperti berhubungan badan tanpa ikatan suami-istri dan LGBT (lesbian, gay, bisexual, and transgender). Seperti diketahui, masyarakat Qatar mayoritas adalah muslim. Pemerintah Qatar juga memberlakukan aturan berdasarkan ajaran muslim. Dalam hal ini, LGBT dan seks bebas adalah larangan dalam ajaran muslim.

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 285 KUHP di Qatar menyebutkan dapat mengkriminalisasikan setiap orang yang memimpin, menghasut, maupun merayu seorang laki-laki dengan cara apapun untuk melakukan sodomi, dan mempengaruhi maupun merayu seorang laki-laki maupun perempuan dengan cara apapun untuk melakukan tindakan yang ilegal dan tidak bermoral.

Meski demikian, bukan berarti mereka melarang kelompok LGBT untuk ikut serta menyaksikan pertandingan sepak bola dunia tersebut apalagi melegalkan tindakan kekerasan terhadap mereka. dalam hal ini, Presiden Asosiasi Sepak Bola Prancis, Noel Le Graet justru membela Qatar. Le Graet merasa publik terlalu berlebihan mengkritisi Qatar hanya gara-gara isu LGBT. “Saya meyakini telah terjadi kampanye anti Qatar yang berlebihan,” ujar Le Graet Le Graet mengatakan, urusan politik biarlah politisi yang mengurusnya. Le Graet sendiri menolak pemain timnas di Piala Dunia 2022 mengenakan ban kapten warna-warni yang merupakan simbol dukungan terhadap LGBT.

Para pemain yang menjadi peserta Piala Dunia 2022 diancam akan dikenakan sanksi saat bermain berupa kartu kuning jika nekat menggunakan simbol dukungan terhadap kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Dalam kajian Paradigma Positivisme yang dikemukakan oleh Auguste Comte, Paradigma positivisme mendefiniskan komunikasi sebagi suatu proses sebab-akibat, yang mencerminkan pengirim pesan (komunikator/encoder) untuk mengubah pengetahuan (sikap atau perilaku) penerima pesan (komunikan/decoder) yang pasif. Komunikasi terjadi secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menyampaikan rangsangan dalam membangkitkan respon orang lain.

Dalam kajian teori ini bagaimana teori ini melihat sebab dan akibat, bagaimana sebab tertjadinya penolakan golongan LGBT dalam Piala Dunia di Qatar tersebut tentu sebagai tuan rumah dalam pesta olaraga tingkat internasional Piala Dunia 2022 tidak mau tercemarkan masalah golongan LGBT tersebut. Sebab negara Qatar itu sendiri adalah negara Islam yang dimana menolak secara terang-terangan perilaku yang tidak sesuai dengan tuntunan agama.

Negara Qatar sendiri adalah negara islam yang dimana mengutuk keras segala macam atribut-atribut yang berkaitan dengan golongan LGBT itu sendiri. Karena menurutnya Perbuatan-Perbuatan yang di lakukan LGBT itu tidaklah cocok dan sesuai dengan ajaran Agama. Kita melihat sendiri bagaimana golongan LGBT itu menyukai sesama jenis baik itu laki-laki maupun itu perempuan.

Dalam sudut pandang akibat dalam teori positivisme adalah bagaimana golongan LGBT terang-terangan meunjukan perilaku sex yang menyimpang baik itu di dunia sosial media mapun di televisi. Dengan hal tersebut tentu dunia sudah tahu bagaimana bentuk dari golongan LGBT tersebut. Akibat dari hal tersebut tentu sebagian negara menolak dan mengencam hal tersebut. Jelas salah satunya adalah negara Qatar dimana negara Qatar menolak secara terang-terangan terhadap golongan LGBT dan bahkan negara Qatar tidak mengizikan golongan tersebut ikut hadar dalam piala dunia di Qatar 2022 tahun ini.

Penyelenggara Piala Dunia 2022 menegaskan semua orang terlepas dari orientasi seksual apapun akan disambut di Qatar tanpa perlu merasa khawatir dan takut akan mengalami penolakan. Sejatinya pelarangan yang dimaksud lebih merujuk pada penggunaan atribut yang identik dengan kelompok LGBT, misalnya bendera pelangi (rainbow flag) karena dianggap mengandung gerakan politis untuk mengampanyekan suatu pandangan tertentu.

“Penggunaan simbol tradisional yang merepresentasikan kelompok LGBT termasuk di dalamnya bendera pelangi dapat disita untuk melindungi penggemar dari serangan karena dianggap mempromosikan hak gay,” demikian keterangan panitia Piala Dunia 2022.

Dalam hal ini juga paradigma positivisme melihat bagaimana dampak dan efek yang diakibatkan oleh golongan yang LGBT tersebut. Tentu dalam hal ini sangat berdampak yang buruk bagi rakyat Qatar itu sendiri apa bila negara Qatar mengizinkan golangan LGBT itu ikut dalam Piala Dunia tersebut.

Negara Qatar tidak sama seperti negara-negara lain yang ada di eropa ataupun negara barat sana, banyak negara barat yang mendukung gelongan LBGT ini atas dasar hak manusia itu sendiri. Tidaka sama halnya dengan negara Qatar yang tidak mendukung dan menolak atas dasar agama dan akidah.

Demikian alasan Qatar tidak mengizinkan atribut LGBTQ selama penyelenggaraan Piala Dunia 2022 karena dianggap melanggar peraturan yang berlaku di negaranya.

Meskipun menuai pro-kontra yang masih tetap eksis, namun perlu diingat kewenangan untuk menetapkan larangan demikian juga merupakan hak Qatar sebagai tuan rumah. Di samping komitmen terhadap keamanan para LGBT juga harus dipenuhi. Maka sikap saling menghargai dan menjaga adalah sangat perlu untuk terus dirajut.

Wanfau, S.Sos adalah mahasiswa pascasarjana Universitas Bengkulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.